Setelah melewati beberapa tikungan tajam dan jalan bebatuan tak rata, sekitar satu jam dari kota Banjarnegara, sampailah saya di dusun Gintung, desa Binangun, kecamatan Karangkobar. Beberapa tanaman kopi terlihat menyembul di sekitar dengan jangkauan mata.
Dusun kecil dengan sekitar 15 rumah itu menyambut saya dan
sampailah saya pada rumah kecil yang di depannya terdapat papan bertuliskan
“Unit Pengolahan Hasil Kopi Kelompok Tani Gondo Arum”. Rumah dengan tiga
ruangan bersekat itu dijadikan tempat pengolahan utama, ruang utama sebagai
tempat bahan baku, timbangan, dll. Sedangkan ruang kedua dijadikan sebagai
tempat pengelupasan kulit kopi, dan ruang ketiga sebagai tempat pematangan biji
kopi.
Pada ketinggian sekitar 600-700 m dpl itu lah Imam Sajidin
menaruh keyakinan dan kepercayaan pada bibit-bibit kopinya. Pada tahun 1987, di
usianya yang menanjak 11 tahun, Imam kecil mencoba menyebar biji kopi di
pekarangan yang dia miliki.
Biji kopi sebanyak 50kg itu didapatkannya dari Sumatera
Selatan, hasil bepergian bersama sang ibunda di usia Imam yang baru enam tahun
tepatnya di daerah Pager Alam. Sebagian dari biji kopi tersebut Imam tanam
sendiri, dan sebagian lainnya Imam bagikan ke saudara-saudaranya. Tujuannya
adalah, jika nantinya tanaman kopi tersebut membuahkan hasil, Imam tidak
menikmatinya sendiri.
Imam ingin mensejahterakan seluruh anggota keluarganya,
walaupun dia dipandang remeh oleh beberapa saudaranya yang menganggap tanaman
kopi tidak akan berbuah di desa tersebut. Tanggapan remeh tersebut tidak
terbukti, tanaman kopi Imam malah menjanjikan. Pada tiap bulannya pohon kopi
bisa menghasilkan 3 kwintal/bulan di luar panen raya. Panen raya biasanya
terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus tentu saja menghasilkan kopi yang
lebih dari itu kuantitasnya
Unit Pengolahan Kopi yang dimiliki oleh Imam merupakan
satu-satunya dan tertua di Banjarnegara. Dari hasil coba-coba dan belajar
penanaman kopi secara otodidak, akhirnya Imam menjadi raja kopi Robusta di
daerah Banjarnegara.
Imam mengatakan pernah mencoba bertanam kopi Arabica di
desanya namun udara di daerah Binangun terlalu hangat untuk penanaman kopi
Arabica sehingga tanamannya mati. Penanaman kopi robusta seperti yang dilakukan
oleh Imam bagus pada daerah dengan ketinggian 600-1000 m dpl, sedangkan
penanaman untuk kopi Arabica cocok untuk daerah dengan ketinggian 1200-1300 m
dpl. Sampai pada hari di mana saya bertemu Imam, kebun kopinya sudah mencapai
20 hektar di desa Binangun itu sendiri.
Lambat laun, Imam merasa kurang puas hanya menanam kopi di
daerahnya. Akhirnya dia memutuskan untuk menjual bibit kopinya kepada para
petani, sehingga beberapa petani di beberapa daerah di Banjarnegara sudah mulai
bertanam kopi.